Betapa mulia nilai sebuah kejujuran. Sebaliknya, kedustaan
akan mengubah kejayaan menjadi kerendahan. Kehancuran sebuah bangsa
tidak hanya disebabkan oleh kelemahan sistem. Dalam tinjauan sejarah,
ditengarai di antara sebabnya adalah pengkhianatan. Di antara
pengkhianat itu, Syi’ah sebagai dalangnya.
Paparan berikut ini mengetengahkan sekelumit sejarah runtuhnya daulah
Abbasiyyah. Tersaji dari sejumlah karya tulis para ulama. Di antaranya
adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir rahimahullah, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Sekilas Tentang Daulah Abbasiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 132 H berpusat di Kufah, selanjutnya
pindah ke Baghdad. Daulah Abbasiyyah berkuasa selama 524 tahun.
Menguasai Bahrain, Oman, Hijaz, Yaman, Persia, Khurasan, Mosul, Armenia,
Azerbaijan, Syam, Mesir, Afrika, dan India.
Para khalifah yang memimpin daulah Abbasiyyah berjumlah 37 khalifah.
Khalifah pertama daulah ini bernama Abul ‘Abbas as-Saffah. Beliau
dibaiat pada bulan Rabiul Awwal 132 H di Kufah. Merupakan keturunan
sahabat Nabi yang bernama ‘Abdullah bin ‘Abbas. Karenanya, daulah ini
disebut dengan daulah Abbasiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-Mus’tashim Billah.
Beliau meninggal pada tahun 656 H di Baghdad, dibunuh oleh pasukan
Tartar. Dengan itu maka berakhir pula masa pemerintahan daulah
Abbasiyyah.
Latar Belakang Pengkhianatan
Kabilah-kabilah Tartar (Mongol) yang menetap di pegunungan Mongolia
dan Siberia berhasil dipersatukan oleh Jenghis Khan, nama aslinya adalah
Temujin. Para penyembah matahari ini selanjutnya memulai invasi
militernya pada awal tahun 616 H.
Mereka terus maju dan berhasil menguasai sejumlah wilayah Islam
seperti Bukhara, Samarqand, Hamadzan, Maru, Naisabur, dan lainnya secara
berurutan.
Sebabnya, karena sebelumnya para pedagang Tartar masuk ke wilayah
Islam membawa harta yang banyak dalam rangka jual beli. Namun mereka
dibunuh oleh pasukan Khawarizm Syah karena dicurigai sebagai mata-mata.
Bahkan raja Khawarizm Syah membunuh utusan Tartar, menyerang pemukiman
mereka, dan menawan sebagian penduduknya.
Pasukan Tartar terus melanjutkan perjalanannya hingga sampai di wilayah Irak, pusat daulah Abbasiyyah.
Memasuki tahun 656 H, khalifah saat itu adalah ‘Abdullah
al-Mus’tashim Billah, dengan seorang perdana menteri yang bernama
Muhammad Ibnul ‘Alqami, pengikut Syi’ah Rafidhah yang mengafirkan para
sahabat dan istri Nabi n. Paham sesat yang membelenggu sanubarinya
membuatnya tega melakukan tindak kejahatan terhadap kaum muslimin.
Apalagi, pada tahun 655 H telah terjadi peperangan antara Syi’ah
Rafidhah dan umat Islam di daerah Karkh. Syi’ah kalah, dan sejumlah
wilayah mereka dikuasai. Termasuk rumah-rumah kerabat Ibnul ‘Alqami. Dia
pun marah dan merencanakan pembalasan yang jauh lebih besar.
Ditambah pula dengan keberadaan Nashiruddin at-Thusi yang berakidah
Syi’ah Ismailiyyah, mantan menteri Syams as-Syumus penguasa negeri Qila`
al-Almut yang sebelumnya juga sebagai menteri di masa sang ayah
(penguasa sebelumnya) yang bernama ‘Alauddin. Kemudian menjadi antek
pasukan Tartar dan orang dekat pemimpin Tartar, Hulako Khan.
Langkah Awal Pengkhianatan
Ibnul ‘Alqami berusaha keras untuk memperlemah kekuatan daulah saat
itu. Dia mengurangi jumlah tentara dengan alasan keuangan negara sedang
defisit. Pada khalifah sebelumnya, pasukan Abbasiyyah mencapai 100.000
tentara. Jumlah ini terus dikurangi olehnya hingga menjadi 10.000
tentara saja.
Kondisi ekonomi tentara tersebut sangat memprihatinkan, banyak dari
mereka meminta-minta di pasar atau di depan masjid. Ibnul ‘Alqami juga
membocorkan rahasia negara serta kondisi daulah kepada raja Tartar yang
bernama Hulako Khan, cucu dari Jenghis Khan.
Lebih parah dari itu, Ibnul ‘Alqami memprovokasi Tartar untuk
menyerbu daulah Abbasiyyah. Menjelaskan bahwa semuanya akan berjalan
dengan mudah, karena dia telah mengatur segalanya.
Kedatangan Pasukan Tartar
Pada 12 Muharram 656 H, bangsa Tartar datang dengan kekuatan penuh
berjumlah 200.000 tentara. Dengan bantuan Badruddin Lu’lu’, raja Mosul
yang berakidah Syi’ah, mereka mengepung Baghdad menggunakan manjaniq (ketapel pelontar berukuran besar) berjumlah banyak.
Di saat-saat genting, Ibnul ‘Alqami bersama keluarga dan para
pegawainya keluar menemui Hulako Khan, memberikan sambutan dan sejumlah
hadiah. Lalu Ibnul ‘Alqami kembali dan menyarankan Khalifah untuk
menemui Hulako Khan, membuat kesepakatan damai dengan memberikan
setengah hasil devisa negara kepada pihak Tartar. Khalifah pun
menyetujuinya.
Khalifah menemui Tartar bersama rombongan berjumlah 700 orang terdiri
dari para pejabat, para hakim, fuqaha’, dan lainnya. Tatkala hampir
mendekati markas Hulako Khan, mereka dilarang masuk kecuali hanya 17
orang saja.
Bertemulah Khalifah dengan Hulako Khan. Ditanyai dengan banyak
pertanyaan, al-Mus’tashim malah menjawab dengan nada bergetar ketakutan.
Adapun mayoritas rombongan yang di luar, seluruhnya dibunuh dan
dirampas hartanya oleh pasukan Tartar. Selanjutnya, Khalifah kembali
dengan ditemani Ibnul ‘Alqami dan Nashiruddin at-Thusi.
Istana kerajaan dalam pengepungan pasukan Tartar. Mereka menyita
emas, permata, mutiara, dan berbagai barang berharga lainnya dari dalam
istana. Khalifah, keluarga, dan para pejabat di dalamnya dirundung
ketakutan.
Runtuhnya Daulah Abbasiyyah
Rabu 14 Safar, Khalifah menemui Tartar untuk kedua kalinya. Meski
awalnya bimbang, akhirnya Hulako Khan mengeluarkan perintah bunuh berkat
bujukan Ibnul ‘Alqami dan Nashiruddin at-Thusi. Khalifah dibunuh dengan
cara dimasukkan karung agar darahnya tidak menetes ke tanah, lalu
ditendang bertubi-tubi hingga meninggal pada usia 46 tahun.
Setelahnya, seluruh pasukan Tartar menyerbu Baghdad dari segala
penjuru tanpa ada perlawanan yang berarti. Tak bisa dibayangkan apa yang
terjadi. Suatu kaum yang gemar berperang, jika berangkat perang tidak
membawa banyak perbekalan karena biasa menyantap berbagai macam daging
atau bangkai hewan yang ada.
Aturan yang berlaku hanyalah hukum Elyasiq buatan Jenghis Khan.
Mereka pula tidak mengharamkan sesuatupun dalam kehidupannya, tak
mengenal istilah pernikahan, dan sangat mengagungkan Jenghis Khan karena
diyakini bahwa dia adalah putra dari dewa matahari.
Selama 40 hari di Baghdad, mereka membunuh siapapun yang ditemui,
baik laki-laki atau perempuan, anak kecil maupun orang tua, hingga warna
sungai Tigris berubah menjadi merah. Banyak yang bersembunyi di dalam
rumah, masjid, toko, sumur, dan tempat sampah.
Bahkan banyak pula yang mencoba bersembunyi di dalam septic tank selama berhari-hari. Namun sepertinya usaha tersebut sia-sia, karena pasukan Tartar dapat membunuh mayoritas mereka.
Tidak ada yang selamat kecuali kaum Yahudi, Nasrani, para konglomerat
yang menyerahkan hartanya, serta orang-orang yang berlindung di
kediaman Ibnul ‘Alqami. Mereka harus menyerahkan harta sebagai jaminan
keselamatan.
Masjid-masjid yang ada dilumuri khamr (minuman keras). Dalam satu hari, lebih dari 500 ulama dibunuh. Lalu istana tersebut diberikan kepada seorang Nasrani.
Atas saran dari kaum Nasrani, Tartar memaksa penduduk Baghdad yang
tersisa untuk berbuka pada siang bulan Ramadhan, memakan daging babi,
dan minum khamr.
Ibnul ‘Alqami sendiri tak kalah sadisnya. Dia membunuh para ulama,
seperti Syaikh Muhyiddin Yusuf dan Syaikh Shadruddin ‘Ali. Demikian pula
dia membunuh para pejabat, khatib, imam, dan penghafal Al-Qur`an. Lalu
menawan gadis-gadis mereka. Sehingga selama beberapa bulan tidak
diadakan shalat berjamaah di masjid-masjid.
Adapun Nashiruddin at-Thusi, dia menyarankan agar buku-buku Islam
yang ada di berbagai perpustakaan Baghdad untuk dibuang ke sungai. Maka
seluruh karya tulis para ulama yang mereka dapati dibuang ke sungai
Dajlah, hingga warna airnya berubah menjadi hitam oleh tinta selama
beberapa hari.
Kota Baghdad seakan-akan tak berpenghuni, sunyi senyap mewarnai
sudut-sudut kota. Linangan air mata membasahi tubuh-tubuh yang lemas
terkulai. Sementara mayat-mayat bergelimpangan di jalan-jalan seperti
gundukan tanah.
Di tengah puing-puing bangunan, tercium bau tidak sedap dari
mayat-mayat yang mulai membusuk. Pencemaran udara tersebut menimbulkan
berbagai wabah penyakit berbahaya. Hingga wabah tersebut menyebar ke
Syam.
Ketakutan, kelaparan, dan isak tangis pun memecah keheningan malam
kota itu. Padahal sebelumnya, Baghdad merupakan kota yang indah menawan
dengan tata letak yang sangat rapi.
Sebagian dari pakar sejarah menyebutkan bahwa jumlah korban kejahatan Tartar mencapai 2.000.000 jiwa. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Nasihat Ulama
Imam Malik, guru Imam Syafi’i berkata tentang Syi’ah, “Jangan kamu
berbincang dengan mereka, dan jangan pula meriwayatkan hadits dari
mereka, karena sungguh mereka itu selalu berdusta.” (Lihat Minhajus Sunnah)
Akhir Kata
Para pembaca yang mulia, kita tentu tercengang mendapati kenyataan
ini. Diketahui bersama, bahwa kerusakan yang terjadi di muka bumi ini
disebabkan oleh ulah manusia. Di mana mereka selalu bermaksiat, begitu
jauh dari agama.
Semestinya kita tidak terlena oleh dunia, mau meluangkan waktu untuk
menimba ilmu Islam. Bersumber dari kalam Ilahi dan tuntunan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, disertai pemahaman para sahabatnya yang mulia.
Wallahu a’lam bish shawab.
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’aalaa
Sumber :