Berabad-abad lamanya sekte Syi’ah menyebarkan penyimpangan
akidah di tengah umat. Terkhusus perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahkan termasuk istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Berangkat
dari akidah yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang terjadi
seperti pengkhianatan dan pembantaian terhadap kaum muslimin.
Tulisan berikut ini menghadirkan sejarah pengkhianatan dan
pembantaian yang dilakukan kaum Syi’ah terhadap kaum muslimin
berdasarkan fakta. Disuguhkan dari sejumlah karya tulis para ulama, di
antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Imam Ibnu Katsir, seorang ulama besar bermadzhab Syafi’i.
Pengkhianatan Daulah Qaramithah
Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada Hamdan Qarmath, pemimpin mereka.
Didirikan oleh Abu Said al-Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain.
Mengusung pemikiran Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini
imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far as-Shadiq. Daulah ini berkuasa
selama 188 tahun. Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif, Bahrain, Oman,
dan Syam.
Pada tahun 294 H, Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang
kepulangan jamaah haji dan menyerang mereka pada bulan Muharram.
Terjadilah peperangan besar kala itu. Di saat mendapat perlawanan
sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri dengan nada bertanya, “Apakah ada
wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab, “Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di
tengah-tengah kami.” Qaramithah lalu berujar, “Maka kami tidak bermaksud
menyerang kalian (salah sasaran).” Peperangan pun berhenti. Sesaat
kemudian, ketika jamaah haji merasa aman dan melanjutkan perjalanannya,
maka para pengikut Syi’ah kembali menyerang mereka.
Banyak jamaah haji yang terbunuh disana. Adapun mereka yang melarikan
diri, diumumkan akan diberi jaminan keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa
jamaah haji tadi kembali, maka pasukan Syi’ah berkhianat dan membunuh
mereka.
Peran kaum wanita Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum
wanita Syi’ah mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa
geriba air. Mereka menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban
perang. Apabila ada yang menyahut, maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah
haji yang terbunuh saat itu mencapai 20.000 jiwa, ditambah dengan harta
yang dirampas mencapai dua juta dinar. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Pada tahun 312 H, Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu
Said, menyerang jamaah haji asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada
bulan Muharram. Mereka membunuh dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah
haji tersebut. Adapun sisa jamaah haji, ditinggalkan begitu saja
sehingga mayoritasnya mati kehausan di tengah teriknya matahari.
Pada tahun 315 H, Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin
oleh Abu Thahir maju menuju Kufah pada bulan Syawwal. Mereka dihadapi
oleh pasukan Khalifah saat itu sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan
Syi’ah memenangkan peperangan dan berhasil membunuh mayoritas pasukan
Kufah.
Pada tahun 317 H, Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu
Thahir, yang berumur 22 tahun, mendatangi Mekah saat musim haji.
Selanjutnya, mereka membunuh jamaah haji yang sedang menunaikan
manasiknya. Sementara itu, Abu Thahir duduk di depan Ka’bah dan berseru,
“Aku adalah Allah, demi Allah, aku menciptakan seluruh makhluk dan yang
mematikan mereka.”
Abu Thahir segera memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu
Ka’bah, dan menyobek-nyobek tirai Ka’bah. Salah seorang tentaranya
memanjat Ka’bah untuk mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga
memerintahkan salah satu tentaranya untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara
tersebut mencongkelnya dan dengan angkuhnya berseru, “Mana burung yang
berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari neraka Sijjil (yang menimpa
pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah menjelang masa
kelahiran Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar
Aswad.
Gubernur Mekah dengan dikawal pasukannya segera menemui pasukan
Syi’ah tersebut di tengah jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan
Hajar Aswad dengan imbalan harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak
menggubrisnya. Terjadilah peperangan setelah itu.
Pasukan Qaramithah menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana.
Lalu melanjutkan perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta
rampasan milik jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang
umat Islam bila ingin mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan
tebusan uang yang sangat banyak atau dengan perang.
Hajar Aswad pun berada di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu
mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak
30.000 dinar oleh al-Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbasiyyah.
Pengkhianatan Daulah Fathimiyyah
Pengkhianatan dan kejahatan Syi’ah senantiasa berulang dari masa ke
masa. Tulisan berikut ini mengupas sejarah hitam Daulah Fathimiyyah dan
yang semisalnya.
Sekilas tentang Daulah Fathimiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 287 H berpusat di Maroko, selanjutnya
pindah ke Mesir. Mengusung pemikiran Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat
yang meyakini imamah Ismail bin Ja’far ash-Shadiq. Daulah Fathimiyyah
berkuasa selama 280 tahun. Menguasai Syam, Mesir, Nablus, Asqalan,
Beirut, Sis, dan sekitarnya.
Para khalifah yang memegang Daulah Fathimiyyah berjumlah 14 khalifah.
Pendiri sekaligus khalifah pertama daulah ini bernama Ubaidullah.
Dahulu, dia adalah seorang pandai besi beragama Yahudi.
Setelah masuk Islam, mengaku sebagai Imam Mahdi keturunan Fathimah radhiyallahu ‘anhaputri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Karenanya, daulah ini disebut sebagai Daulah Fathimiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-’Adhidh bin Yusuf. Dia
meninggal pada tahun 567 H di Mesir. Dengan itu maka berakhir pula masa
pemerintahan Daulah Fathimiyyah. Pada perkembangannya, para ulama Ahlus
Sunnah mengafirkan kelompok ini dan menyatakan Daulah Fathimiyyah
sebagai negara kafir yang wajib diperangi.
Prahara pada Tahun 362 H – 363 H
Pada tahun 362 H, setelah mengadakan kesepakatan bersama
dengan Jauhar ash-Shiqalli yang ditandatangani pada tahun 358 H,
memperbolehkan para pengikut Syi’ah berpindah dari Maroko menuju Mesir.
Dengan syarat, tidak menyebarkan akidah Syi’ah kepada penduduk Mesir.
Ternyata orang-orang Syi’ah telah mengkhianati isi perjanjian
bilateral tersebut. Dengan didukung ulama besar Syi’ah yang bernama Abu
Abdillah asy-Syi’i dari Yaman, mereka secara perlahan mulai menyebarkan
penyimpangan akidah. Hingga banyak dari penduduk Mesir yang terpengaruh
oleh paham tersebut.
Posisi kehakiman dan jabatan penting ditempati orang-orang Syi’ah.
Masjid-masjid jami’ menjadi pusat dakwah Syi’ah. Ajaran seperti adzan
ala Syi’ah, hari kematian Husain z, dan mencela sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menjadi semarak.
Pada tahun 363 H, seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Abu Bakar
an-Nablusi ditangkap oleh gubernur Damaskus, setelah terpaksa
menyelamatkan diri dari Ramalah menuju Damaskus. Lalu beliau dimasukkan
kurungan dan dibawa ke Mesir.
Pemimpin di kala itu yang bernama al-Mu’iz bertanya, “Aku mendengar
laporan bahwa engkau menyatakan, ‘Kalau seandainya aku memiliki sepuluh
anak panah, niscaya aku akan lepaskan sembilan di antaranya ke barisan
Romawi dan satu anak panah sisanya ke arah penduduk Mesir (para pengikut
Syi’ah).”
Abu Bakar menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu.” Al-Mu’iz
menyangka bahwasanya beliau menarik ucapannya, sehingga al-Mu’iz kembali
bertanya, “Lalu apa yang kau katakan?” Beliau menjawab, “Aku menyatakan
bahwasanya selayaknya aku lepaskan sembilan anak panah ke arah kalian
(Syi’ah), barulah anak panah yang kesepuluh ke arah Romawi.”
Al-Mu’iz bertanya keheranan, “Mengapa demikian?”, “Karena kalian
mengubah agama umat (Islam), membunuh orang-orang shalih, memadamkan
cahaya Ilahi, dan mengaku-ngaku tentang sesuatu yang tidak kalian
miliki,” tegas beliau. Maka pernyataan ini membuat beliau dihukum.
Hari pertama, diumumkan vonis hukuman atas beliau. Lalu dicambuk
dengan keras pada hari kedua. Pada hari ketiga, dikupas kulitnya
sementara beliau membaca Al-Qur`an. Seorang Yahudi diperintahkan untuk
mengulitinya. Ketika sampai pada bagian jantungnya, si Yahudi tersebut
merasa iba, lalu mengambil pisau dan menikam beliau hingga meninggal.
Prahara pada Tahun 395 H – 450 H
Pada tahun 395H, seorang pemimpin yang bernama al-Hakim
Biamrillah menetapkan undang-undang sesuai dengan paham Syi’ah. Dia
memerintahkan untuk memahat dinding-dinding masjid, pasar-pasar,
jalan-jalan raya, dan lainnya dengan tulisan berisi pelecehan terhadap
sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Pada tahun 450 H, kota Baghdad diserang oleh pasukan Syi’ah
pimpinan Arsalan al-Basasiri pada bulan Dzulqa’dah. Mereka datang dengan
membawa panji-panji Mesir berwarna putih. Penduduk Karkh yang beraliran
Syi’ah segera menemui pasukan tersebut. Kemudian, orang-orang Syi’ah di
sana melakukan penjarahan secara massal.
Mereka menjarah rumah-rumah kaum muslimin yang ada di kota Basrah.
Bahkan menjarah seluruh isi rumah dari Hakim Agung yang bernama Abdullah
al-Damighani, lalu menjual hasil jarahan tersebut kepada para pedagang.
Lebih dari itu, orang-orang Syi’ah menangkap seorang menteri yang
bernama Ibnu Maslamah. Mereka mengaraknya, mencacinya, bahkan mengaitkan
besi di mulutnya dan menariknya ke atas tiang kayu. Lalu mereka
memukulinya sampai senja hari hingga beliau meninggal saat itu.
Ibnu Maslamah berkata menjelang wafatnya, “Segala puji bagi Allah
yang menghidupkanku dalam keadaan bahagia dan mematikan aku sebagai
syahid.”
Wallaahu a’lam bish shawab.
Bersambung Insya Allah…
Penulis: Ustadz Muhammad Hadi hafizhahullaahu ta’ala
Sumber :